Saifuddin Quthuz memiliki nama Malik Muzhaffar Saifuddin Quthuz bin Abdullah Al-Muiz, berasal dari keturunan keluarga para sultan Al-Khawarizmi di Asia Tengah. Ayahnya Abdullah Al-Muiz adalah anak paman dari Sultan Jalaluddin Khawarizmi. Sedangkan ibunya adalah saudara perempuan sultan.
Saifuddin Quthuz mempunyai sebutan “Singa ‘Ain Jalud”. Quthuz adalah sebuah gelar yang berasal dari bahasa Mongol yang berarti "Singa yang garang". Gelar ini diberikan bangsa Tartar kepadanya karena tabiatnya yang memang dari kecil sudah menunjukkan keberanian yang luar biasa.
Saifuddin Quthuz di kenal sebagai mujahidin yang gigih membelah kehormatan dan kemuliaan kaum muslim dari serangan pasukan Tartar Mongol. Saat Kesultanan Khawarizmi diserang pasukan Tartar Mongol, ia ikut berperang membela Tanah Airnya, tetapi, dia terpaksa mengundurkan diri dari Mesir, setelah Al-Khawarizmi dibumihanguskan oleh Kaisar Jenghiz Khan.
Kisah hidupnya sangat menakjubkan. Masa kecil Saifuddin Quthuz hidup dalam lingkungan istana. Hingga datang pasukan tartar menghancurkan Daulah Al-Khawarizmiyah lalu menawan semua keluarga kerajaan. Sebagian mereka dibunuh sementara yang lain dijadikan budak dan dijual di pasar budak Damaskus. Diantaranya adalah Mahmud bin Mamdud kecil. Ia dibeli oleh salah seorang keluarga Ayyubiyun. Lalu berpindah tangan dari satu tuan ke tuan yang lain, dan sampai ke tangan raja Al-Muiz Izzudin Aibek.
Di Mesir, Saifuddin Al-Quthuz bergabung dengn pasukan Kesultanan Mamlukiyah dan dia dipercaya untuk menjadi panglima perang. Bahkan, karir militernya pun melesat naik, setelah 17 Dzulqa’dah 657 H (1259), Saifuddin Al-Quthuz di percaya menggantikan Sultan Mansur ‘Ali bin Mu’iz Aibak, sebagai penguasa Mesir. Saat itulah, sebagai sultan yang baru, ia langsung di hadapkan dengan permasalahan besar, Saifuddin Al-Quthuz harus berhadapan kembali dengan pasukan Tartar Mongol yang baru saja membumihanguskan kekhalifahan Bani Abbasiyyah di Baghdad di bawah komando Kaisar Hulagu Khan bin Tuli Khan bin Jenghiz Khan.
Akhirnya peperangan pasukan Islam yang dipimpin oleh Saifuddin Quthuz sampai di pesisir 'Ain Jalut yang terletak antara kota Nablus dan Bisan dekat kamp Jenin sekarang. Geografis 'Ain Jalut dengan dataran luas di bagian utaranya dengan dikelilingi perbukitan di bagian barat, selatan dan timur, sehingga memudahkan Saifuddin Quthuz mengambil tempat sebelum kedatangan pasukan Tartar Mongol.
Tanpa berpikir panjang lagi, Saifuddin Quthuz langsung mempersiapkan strategi dan langkah-langkah perjuangan dalam menghadapi tentara Tartar Mongol. ia menyusun strategi serta menempatkan posisi pasukannya. Pasukan muslimin dibagi kepada empat kelompok besar. Pasukan pertama dipimpin langsung oleh Ruknuddin Baiburs yang berposisi di lapangan luas sebelah utara 'Ain Jalut yang bertugas menghadang langsung pasukan Tartar Mongol. Tiga pasukan lainnya diposisikan di sela pepohonan dan bebatuan sekitar perbukitan yang mengelilingi pesisir 'Ain Jalut. Sempurnlah persiapan Quthuz pada tanggal 24 Ramadhan 658 H,
Tak disangka datang seorang utusan dari Sharimuddin Baiburs, seorang pemimpin Syam yang bekerja sama dengan Hulaghu Khan dalam menaklukkan negara Islam. Dia menyampaikan pesan bahwa Sharimuddin Baiburs akan membantu pasukan Muslimin dari dalam barisan pasukan Tartar Mongol dan membawa tiga informasi penting lainnya. Dia menginformasikan bahwa pasukan Tartar Mongol tidak sebanyak pasukan yang telah menaklukkan negara Islam sebelumnya, dan sayap kanan pasukan Tartar Mongol lebih kuat, serta berita bahwa Al-Asyraf al-Ayyuby menarik dirinya untuk memerangi pasukan Muslimin dan akan menghancurkan pasukan Tartar Mongol dari dalam barisan mereka. Mendengar berita tersebut, Saifuddin Quthuz dan para pemimpin militer lainnya antara membenarkan dan meragukan informasi tersebut. Dengan segera mereka mempersiapkan berbagai strategi.
Malam harinya adalah malam ke 25 Ramadhan 658 H, Saifuddin Quthuz dan seluruh pasukan muslimin beribadah dan bermunajat kepada Allah dengan penuh khusyuk agar diberikan kemenangan pada esok harinya.
Setelah menunaikan shalat subuh dengan penuh khusyuk. Matahari di ufuk timur telah menampakkan wajahnya, dari jauh pasukan muslimin melihat pasukan Tartar Mongol datang dalam jumlah besar. Saifuddin Quthuz mengisyaratkan kepada pasukan pertama yang dipimpin Ruknuddin Baiburs untuk turun ke medan terbuka yang secara perlahan dan pasukan lainnya bersembunyi di perbukitan.
Melihat kehadiran pasukan muslimin menuruni bukit, Katbugha Noen panglima pasukan Tartar Mongol terkejut dan terkesima melihat kerapian mereka. Tidak menyangka masih ada kaum muslimin yang masih mempertahankan dirinya dan maju ke medan peperangan dengan gagah berani. Ia terbiasa menyaksikan ketakutan kaum muslimin dengan kedatangan pasukan Tartar Mongol di mana saja. Melihat sedikitnya pasukan muslimin, Katbugha Noen bermaksud menghancurkan kekuatan pasukan Islam ini dengan sekali pukulan. Dengan satu perintah ia mengarahkan seluruh pasukannya tanpa meninggalkan pasukan cadangan dengan maksud satu kali serangan saja pasukan Islam luluh lantak.
Pada saat penting ini tampil berperan pasukan beduk dan terompet memberi isyarat dengan arahan Saifuddin Quthuz. Setiap pukulan dan tiupan terompet memiliki makna. Saifuddin Quthuz memberi isyarat maju kepada pasukannya. Dengan serentak, di bawah komando Ruknuddin baiburs pasukan Islam mulai menyerang. Akhirnya kedua pasukan bertemu, dan perang pun tak terelakkan lagi. Senjata saling beradu dan korban berjatuhan. Pemandangan berubah seketika. Tatkala takbir para petani Palestina mengiringi berlangsungnya pertempuran hebat yang tidak pernah mereka saksikan sebelumnya.
Dari jauh Saifuddin Quthuz dengan sabar dan tenang, mengamati dan mengontrol gerakan pasukannya. Kemudian mengisyaratkan untuk melakukan strategi mundur perlahan ke arah selatan 'Ain Jalut memancing pasukan Tartar Mongol ke tengah pasukan Islam yang bersembunyi di perbukitan yang mengelilingi medan 'Ain Jalut. Manuver ini terlaksana dengan baik. Pada waktu yang tepat manuver lainnya dilakukan, isyarat kepungan ditunjukkan oleh Saifuddin Quthuz sehingga pasukan Islam turun dari perbukitan lalu mengepung pasukan Tartar mongol dari semua penjuru. Katbugha Noen terkejut dengan strategi pasukan Islam dan menyadari bahwa mereka telah dikepung di medan 'Ain Jalut. Tidak ada kesempatan untuk lari. Mereka harus bertempur dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki meski semua gerakan mereka terlihat bebas oleh pasukan muslimin.
Sayap kanan pasukan Tartar Mongol sungguh kuat. Hampir saja sayap kiri pasukan muslimin dikuasai dan membalikkan kepungan. Saifuddin Quthuz mengamati pasukannya dan memerintahkan pasukan cadangan untuk membantu sayap kiri pasukan Islam. Namun tetap belum bisa mengimbangi kekuatan Pasukan Tartar Mongol. Saifuddin Quthuz melihat pasukan Islam gentar terhadapa pasukan Tartar Mongol, akhirnya Saifuddin Quthuz turun berperang bersama pasukannya. Dengan membuka perlengkapan perangnya ia memacu kuda dan berteriak "wa islamah, wa islamah", langsung menerobos pasukan musuh tanpa ada keraguan dan berpikir panjang dengan masa mudanya yang masih panjang.. Ia memberi pelajaran berharga kepada semua kaum muslimin agar mencari syahid dan tidak gentar terhadap musuh. Hal ini menambah semangat dan mental pasukan muslimin untuk mencari syahid fi sabilillah.
Akhirnya pasukan Islam dapat mengalahkan pasukan Tartar Mongol di bawah kepemimpinan Saifuddin Quthuz. Panji-panji Islam di tegakkan di negara Syam tersebut.
Baru beberapa minggu, Negeri Syam terbebas dari pasukan Tartar Mongol, Saifuddin Quthuz segera melakukan penertiban dalam pengelolaan negara akibat perang yang berkecamuk tersebut. Ia mengangkat seseorang untuk menjadi wakilnya di Damaskus. Ia sendiri kembali ke Mesir. Hingga tiba diantara Qashir dengan Shalihiyah, Kamp Penggemblengan pasukan Islam sebelum berangkat berperang melawan pasukan Tartar Mongol. Di tengah jalan, ia disergap oleh beberapa orang yang tidak dikenal dan langsung membunuhnya. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu 16 Dzulqa’dah 658 H (Oktober 1260 M). Dua hari kemudian, panglima Ruknuddin Baiburs menggantikan kedudukannya sebagai sultan dengan gelar Malik Azh-Zhahir. Jenazah Saifudddin Quthuz dimakamkan di tempat kematiannya. Ia hanya menjadi penguasa Mesir selama setahun kurang satu hari. Tetapi, rakyatnya mengenal Saifuddin Quthuz sebagai orang yang jujur, berakhlak mulia, dekat dengan rakyat, dan termasuk sosok mujahid yang berperang di garda terdepan.
Begitulah pejuang Islam Saifuddin Quthuz, menjalani ketauhidan dalam dirinya dan memimpin dalam peperangan tidak mengenal takut walaupun nyawa menjadi taruhannya. Ini patut diteladani bagi umat manusia bagaimana ia menjalani keislaman, kesultanan, dan kepemimpinannya tetap berada di koridor Allah dan Rasul-Nya.
Kisah Inspiratif Islami ~ Saifuddin Qurthuz
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment