Abu Ubaidah bin Jarrah adalah seorang panglima besar umat Islam dalam peperangan. Dia juga seorang yang mengesampingkan persoalan dunia dan menerjunkan dirinya ke dalam berbagai medan perang guna mencari mati syahid, tetapi Allah selalu menyelamatkannya.
Dia seorang yang dapat dipercaya dan pernah dipilih oleh Rasulullah menjadi guru di Najran dan salah seorang di antara sepuluh orang yang dinyatakan penghuni surga. Abu Ubaidah bin Jarrah merupakan panglima yang pernah memohon kepada Allah supaya hari terakhirnya ditentukan di tengah-tengah tentaranya, dan Allah pun berkenan mengabulkan permintaan tersebut.
Dalam sejarah Islam tidak mencatat di masa-masa mudanya bersama dengan rekan sebayanya. Akan tetapi, sejarah mencatat bagaimana Abu Ubaidah bin Jarrah bergabung di Baitul Arqam, bergabung bersama orang-orang yang mau memeluk agama Islam sebagai agamanya. Beriman kepada Allah sebagai Tuhannya, dan menerima bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sejak saat itulah Abu Ubaidah bin Jarrah menjadi manusia baru beserta rekan-rekannya yaitu Utsman bin Mazh’un, Ubaidah Ibnul-Harits bin Abdul Muthallib, Abdurrahman bin Auf, dan Absalah bin Abdul Asad.
Abu Ubaidah bin Jarrah merupakan salah satu orang yang disuruh Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah. Karena penyiksaan orang-orang Quraisy terhadap orang-orang Islam. Akibatnya orang muslim hidup dalam keadaan takut dan gelisah yang tiada taranya.
Kemudian Abu Ubaidah menginjakkan kakinya di Yastrib, sejak itu pulalah yang ada di benak Abu Ubaidah bin Jarrah menganggap bumi itu sebagai Tanah Air agama dan dirinya yang harus dipertahankan mati-matian. Dia melakukan segala kewajibannya dengan ikhlas dan kesadaran serta penuh tanggung jawab. Ini diperlihatkan Abu Ubaidah bin Jarrah dari tidak pernah absen mengikuti di semua peperangan bersama dengan baginda Muhammad.
Dalam prang Badar, dia prajurit perang, harus senantiasa tunduk dan patuh kepada panglimanya. Abu Ubaidah bin Jarrah mempunyai pandangan, sikap, dan tegas, yaitu beranggapan bahwa semua yang berperang di bawah panji Rasulullah, mereka adalah saudara, keluarga. Dan kawan-kawannya, meskipun berbeda asal-usul, warna kulit, dan darahnya. Semua yang berperang di bawah bendera kaum kafir Quraisy atau sekutunya, mereka itu adalah musuh dan lawannya meskipun dia itu keluarganya.
Dengan logika dan pemahaman seperti itu terhadap akidah dan agamanya, serta perannya sebagai seorang mukmin, maka ketika melihat ayahnya di medan pertempuran ikut menghunus pedang di tengah pasukan kaum Kafir Quraisy, membunuh saudara seimannya sesama mukimin. Maka majulah Abu Ubaidah bin Jarrah menghampirinya, tetapi ayahnya menghindar. Walaupun ayahnya menghindar dari Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, ia mengejarnya dan memberikan pukulan dan jurus yang mematikan.
Ayah Abu Ubaidah bin Jarrah adalah seorang kafir yang menyekutukan Allah dengan yang lain. Kafir terhadap yang menciptakannya dan ayahnya mengangkat senjata hendak menumpas agama dan para muslimin. Maka dari itu, Abu Ubaidah bin Jarrah ayahnya dianggap tidak berguna.
Dalam perang Uhud, ketika peperangan itu mencapai puncaknya, di mana pihak musuh dari kaum Quraisy berhasil melumpuhkan bala tentara muslim dan mengepung Rasulullah dan menjadikan beliau sebagai sasaran tunggal anak panah dan pedang, Abu Ubaidah bin Jarrah dan beberapa sahabatnya menghunus pedangnya untuk melindungi sang baginda rasul Muhammad dari serangan ganas musuh sehingga wajah Nabi pun terkena anak panah dan Nabi mengusap darah yang keluar dari wajahnya seraya mengucapkan “Bagaimana suatu kaum akan menang sedangkan mereka membiarkan nabi yang menuntunnya kepada Tuhannya terluka wajahnya?”.
Abu Bakar, melukiskan peran Abu Ubaidah bin Jarrah dalam peperangan Uhud itu “Pada waktu itu, Rasulullah terkena dua kali bidikan anak panah di kedua tulang pipinya, lalu aku segera pergi menghampirinya. Ternyata dari sebelah timur ada orang lain mendahuluiku, menghampirinya dengan cepat bagai anak panah kaum Quraisy. Aku berkata, Ya Allah, jadikanlah hal itu sebagai kepatuhan kepada-Mu”.
Sesudah itu, sampailah aku di dekat Rasulullah. Aku sudah melihat Abu Ubaidah bin Jarrah sudah sampai terlebih dahulu. Lalu ia berkata “Ya Abu Bakar, aku mohon kamu membiarkan aku melepaskan panah itu dari wajah Rasulullah”. Aku membiarkan Abu Ubaidah bin Jarrah melepaskas mata anak panah dengan gigi depannya dan ia berhasil mencabutnya, tetapi ia terjatuh ke tanah dan giginya pun patah. Selanjutnya, ia mencabut mata anak panah yang kedua hingga giginya yang satunya patah juga. Sejak itu pula gigi depannya ompong.
Abu Ubaidah di perang Dzatus Salasila, Rasulullah menugaskan menjadikan panglima perang sebagai bala bantuan untuk Amru bin Ash. Setibanya di sana, Amru berkata kepadanya, “Ya Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, kau didatangkan sebagai bala bantuan untuk pasukanku” lalu Abu Ubaidah bin Jarrah menjawab, “Tidak. Aku dengan pasukanku dan kamu dengan pasukanmu, masing-masing memimpin pasukannya”.
Amru bin Ash menolak adanya banyak panglima, ia menganggap pasukan Abu Ubaidah yang baru dating itu harus ada di bawah pimpinannya sebagai bala bantuan.
Lalu Abu Ubaidah menjawab, “Ya Amru. Rasulullah melarangku, kalian berdua jangan berselisih apabila engkau membangkan kepadaku, biarkan aku yang patuh kepadamu”.
Alangkah indahnya kata-kata yang keluar dari Abu Ubaidah dengan sikap santun kepada Amru bin Ash.
Inilah orang yang patut untuk dijadikan inspirasi bagi umat muslim . Islam telah berhasil menciptakan manusia model Abu Ubaidah, sebagai insan kamil yang diasuh oleh Allah Azza wajallah, ruh dan kalbunya dimatikan dari sifat-sifat syaitan dan meremehkan manusiawi.
Alangkah jujurnya kata-kata yang diucapkan Abu Ubaidah dalam nilai kejantanan seseorang “apabila engkau membangkan kepadaku, biarkan aku yang patuh kepadamu” pada saat kepentingan kaum muslimin dan agama Islam berbicara kesombongan dan keangkuhan di buang jauh-jauh demi persatuan dan kekompakan serta tegaknya kalimat Laila ha illalla Muhammad Rasulullah di muka bumi ini.
Abu Ubaidah merupakan seorang yang ditunjuk langsung Rasulullah ke Najran untuk di jadikan guru agama, mengajarkan hukum-hukum syariat bagi mereka dan merangkap sebagai penengah apabila terjadi kesalahpahaman di antara mereka.
Abu Ubaidah bin Jarrah seseorang yang menggalakkan dakwah secara merata. Dia kepercayaan dalam memelihara batas Negara sehingga semua pihak menghargai kewibawaan dan kekuasaannya. Dia juga merupakan salah satu dari sepuluh orang pertama yang masuk Islam dan salah seorang dari sepuluh orang yang nyatakan akan mendapatkan surganya Allah.
Maka pastas bagi kita kaum muslimin mensuritauladani sifat Abu Ubaidah bin Jarrah dari keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, kepemimpinnya, dan ketegasannya dalam menegakkan agama Allah di tanah Yastrib dan sekitarnya.
Home »
Abu Ubaidah Bin Jarrah »
Kisah Inspiratif Islami »
Kisah Inspiratif Islami ~ Abu Ubaidah Bin Jarrah
Kisah Inspiratif Islami ~ Abu Ubaidah Bin Jarrah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment