Abdurrahman bin Abu Bakar merupakan anak dari Abu Bakar Shiddiq khalifah kedua dalam Khulafaur Rasyidin, dan adiknya bernama Aisyah. Walaupun bapaknya terlebih dulu masuk Islam, tetapi dia belum masuk Islam. Baru setelah peristiwa Fathul Makkah di baru masuk Islam.
Abdurrahman merupakan sketsa nyata tentang kepribadian bangsa Arab yang sesungguhnya. Kepercayaannya terhadap keyakinannya bagaikan batu karang yang menyatu menjadi satu, bersenyawa dengan agama nenek moyangnya dan berhala-berhala Quraisy.
Di perang Badar, dia tampil sebagai barisan penyerang di pihak tentara Quraisy. Dan di perang Uhud dia menjadi pimpinan dari pasukan panah yang dipersiapkan Quraisy untuk menghadapi pasukan Islam. Dalam adat kebiasaan sebelum perang dimulai diadakan perang tanding antara pasukan Islam dengan pasukan kafir Quraisy. Abdurrahman maju ke depan dan meminta lawan dari pihak Muslimin. Maka bangkitlah bapaknya Abu Bakar ash-Shiddiq maju ke muka melayani tantangan anaknya itu. Tetapi Rasulullah menahan sahabatnya itu dan menghalanginya melakukan perang tanding dengan putranya sendiri.
Bagi seorang Arab asli, tak ada ciri yang lebih menonjol dari kecintaannya yang teguh terhadap apa yang diyakininya. Jika ia telah meyakini kebenaran sesuatu agama atau sebuah pendapat, maka tak ubahnya ia bagaikan tawanan yang diperbudak oleh keyakinannya tersebut, hingga tak dapat melepaskan diri lagi. Kecuali bila ada keyakinan baru yang lebih kuat, yang memenuhi rongga akal dan jiwanya tanpa ragu sedikit pun, yang hal itu akan menggeser keyakinannya yang pertama.
Demikian juga yang terjadi pada diri Abdurrahman bin Abu Bakar, dia menghormati bapaknya dan kepercayaannya yang penuh kematangan akal dan kebesaran jiwa serta budi bapaknya, namun keteguhan hatinya terhadap keyakinannya tetap berkuasa hingga tiada terpengaruh oleh keislaman bapaknya tersebut. Maka dia berdiri teguh dan tidak beranjak dari tempatnya, memikul tanggung jawab akidah dan keyakinannya tersebut, membela berhala-berhala Quraisy dan bertahan mati-matian di bawah bendera dan panji-panjinya, melawan kaum Mu’minuun yang telah siap mengorbankan jiwanya.
Dan orang-orang kuat semacam ini, tidak buta akan kebenaran, walaupun untuk itu diperlukan waktu yang lama. Kekerasan prinsip, cahaya kenyataan, dan ketulusan mereka, akhir kesudahannya akan membimbing mereka kepada sesuatu yang hak dan mempertemukan mereka dengan petunjuk dan kebaikan.
Hari itu datang pada diri Abdurrahman bin Abu Bakar, saat yang telah di tetapkan oleh sang Maha Kuasa untuk masuk Islam. Sehingga Abdurrahman bin Abu Bakar bangkit menghadap Rasulullah berbaiat dengan maksud untuk memeluk Islam. maka berserilah muka seorang bapak Abu Bakar dengan masuk Islamnya anak kesayangannya yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar.
Pada waktu Abdurrahman kafir dia adalah seseorang yang jantan maka dia sekarang memeluk Islam secara jantan pula. Tiada sesuatu harapan yang menariknya, tiada pula sesuatu ketakutan yang mendorongnya. Hal ini tiada lain hanyalah suatu keyakinan yang benar dan tepat, yang dikaruniakan oleh hidayah Allah dan taufiq-Nya. Mulai saat itu Abdurrahman bin Abu Bakar pun berusaha sekuat tenaga untuk menyusul ketinggalannya selama ini, baik di jalan Allah maupun di jalan Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Di masa Rasulullah begitu pun di masa-masa khalifah sepeninggal beliau, Abdurrahman tak ketinggalan mengambil bagian dalam peperangan dan tak pernah pula dia berpangku tangan dalam jihad. Dalam perang Yamamah yang terkenal, jasanya amatlah besar. Keteguhan dan keberaniannya memiliki peranan besar dalam merebut kemenangan dari tentara Musailamah dan orang-orang murtad. Bahkan dialah yang menghabisi nyawa Mahkam bin Thufail, yang menjadi otak perencana bagi Musailamah. Dengan segala daya upaya dan kekuatannya, dia berhasil mengepung benteng terpenting yang digunakan oleh tentara murtad sebagai tempat yang strategis untuk pertahanan mereka.
Tatkala Mahkam bin Thufail roboh disebabkan suatu pukulan yang mematikan dari Abdurrahman bin Abu Bakar, sedang orang-orang di sekelilingnya lari tunggang langgang, maka prajurit-prajurit Islam pun masuk berlompatan ke dalam benteng guna menyerang orang-orang murtad tersebut.
Di bawah naungan Islam, sifat-sifat utama Abdurrahman bertambah tajam dan lebih menonjol. Kecintaan kepada keyakinannya, kemauan yang teguh untuk mengikuti apa yang dianggap hak dan benar, kebenciannya terhadap bermanis mulut dan mencari muka, semua sifat ini tetap merupakan ciri hidup dan permata kepribadiannya. Tiada sedikit pun dia terpengaruh oleh suatu pancingan atau di bawah suatu tekanan, bahkan juga pada saat yang amat gawat, yakni ketika Mu’awiyah memutuskan hendak memberikan baiat sebagai khalifah bagi Yazid dengan ketajaman senjata.
Mua’awiyah mengirim surat itu kepada Marwan, gubernur di Madinah dan menyuruh membacakannya kepada kaum muslimin di masjid. Marwan melaksanakan perintah itu, tetapi belum selesai membacakannya, Abdurrahman bin Abu Bakar bangkit dengan maksud hendak mengubah suasana hening yang mencekam itu menjadi banjir protes dan perlawanan keras sembari berkata, “Demi Allah, rupanya bukan kebebasan memilih yang Anda berikan kepada umat Rasulullah, tetapi Anda hendak menjadikannya kerajaan seperti di Romawi hingga bila seorang kaisar meninggal, tampillah seorang kaisar lain sebagai penggantinya”.
Saat itu Abdurrahman melihat bahaya besar yang sedang mengancam Islam, yakni bila seandainya Mu’awiyah melanjutkan rencananya itu maka ia pun akan mengubah hukum demokrasi dalam Islam tatkala rakyat dapat memilih kepala negaranya secara bebas menjadi sistem monarki, manakala rakyat akan diperintah oleh raja-raja atau kaisar-kaisar yang akan mewarisi tahta secara turun menurun.
Belum lagi Abdurrahman selesai melontarkan kecaman keras ini ke muka Marwan dia telah didukung oleh segolongan Muslimin yang dipimpin oleh Hussein bin Ali, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah bin Umar. Di belakang muncullah beberapa keadaan mendesak yang memaksa Hussein, Ibnu Zubair, dan Ibnu Umar berdiam diri terhadap rencana baiat yang hendak dilaksanakan Mu’awiyah dengan kekuatan senjata ini. Tetapi Abdurrahman tidak putus-putusnya menyatakan baiat ini secara terus terang.
Mu’awiyah mengirim utusan untuk menyerahkan uang kepada Abdurrahman sebanyak seratus ribu dirham dengan maksud hendak membujuknya. Tetapi Abdurrahman tidak menerima uang suap tersebut kemudian berkata “Kembalilah kepadanya dan katakana bahwa Abdurrahman tidak akan menjual agamanya dengan dunia”.
Tatkala Mu’awiyah di ketahui akan melakukan kunjungan ke Madinah, Abdurrahman segera meninggalkan kota Madinah menuju Makkah. Dan rupanya kehendak Allah akan menghindarkan dirinya dari bencana dan akibat pendiriannya ini. Baru dia sampai di luar Kota Makkah dan tinggal sebentar di sana, rohnya pun berangkat menemui Rabbnya. Orang-orang mengusung jenazahnya di bahu mereka dan membawanya ke suatu dataran tinggi Kota Makkah, lalu memakamkannya di sana, yakni di bawah tanah yang telah menyaksikan masa jahiliahnya, dan juga telah menyaksikan masa Islamnya. Yakni keislaman seorang laki-laki yang benar, berjiwa bebas, dan kesatria.
Home »
Abdurrahman Bin Abu Bakar »
Kisah Inspiratif Islami »
Kisah Inspiratif Islami ~ Abdurrahman Bin Abu Bakar
Kisah Inspiratif Islami ~ Abdurrahman Bin Abu Bakar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Abdurrahman Bin Abu Bakar was a son of Abu bakar who was a great Muslim leader. Abu bakar is an example to all of us. He was very dear to Prophet Muhammad (PBUH). Also his son was very brave and great Muslim.
ReplyDelete